Panggil aku melankoli, tak apa, aku tak akan benci. Panggil saja aku seperti itu. Karena memang begitulah keadaannya. Aku tak akan menolak, menyangkal bahkan mengingkari.
Oh, Julio… tuan berhasil membangkitkan semua ingatan itu tepat dihadapanku. Nyaris membuat luka, persis dengan seribu sesal, sepenuh kesal pada sejuta peristiwa yang tidak bisa kuulangi lagi, bersama mereka, bersama-sama perempuan yang kini sebagian dari mereka sudah memiliki suami, bahkan berniat memiliki anak lagi.
To all the girls I’ve loved before. Who travelled in and out my door.
I’m glad they came along. I dedicate this song.*
Oh Julio…., beberapa dari mereka, datang menembus dengan pasti di pelataran hati namun tidak sedikit dari mereka yang pergi malah meninggalkan caci, membungkus hatinya dengan maki. Karena iya mungkin dulu aku bejat, pernah menyakiti, pernah mengkhianati. Pernah, pernah, pernah dan pernah membuat mereka menangis.
To all the girls I’ve loved before. To all the girls I once caressed.
And may I say I’ve held the best. For helping me to grow. I owe a lot I know
Tapi aku tidak sebajingan itu Julio, aku juga lelaki yang pernah disakiti oleh mereka, kadang aku juga meringis sekalipun tabu mengatakan bahwa lelaki jangan seperti itu. Maka aku pun selalu berusaha tegar, berdiri tegak, sekalipun hati lantak. Tapi tak apa, demi harga diri lelaki di seluruh dunia, aku berani berpura-pura. Tersenyum, sekalipun hati menangis.
Julio, tulisan ini hanya sekedar merangkum kenangan atas sebuah perjalanan yang sempat ku kulum. Terbangun oleh suara lagu mu yang sangat merdu dan menyentuh, berjudul To All The Girls I’ve Loved Before.
Duhai kekasih kekasih, yang pernah datang dan pergi,
Bahagia hatiku lagu ku untukmu, semua yang pernah kucinta
Nora. Perempuan yang usianya terpaut lumayan jauh di bawah saya. Dengannya aku suka bermain mata, hahaha. Senang sekali, biasanya ketika waktu istirahat sekolah tiba, saya pura-pura keluar untuk jajan hanya sekedar mau bertatapan muka dengannya. Senyumnya manis, kulitnya hitam manis. Nora adalah perempuan ketiga yang sempet datang pada perjalanan cinta saya sekalipun cuman sesaat karena tertimpah oleh perempuan selanjutnya yakni Haori.
Haori. Adalah perempuan, mungkin idaman saya, karena saya menemukannya ketika sudah dewasa, sudah mengalami pengalaman buruk dengan Karenina mungkin juga dengan Nora. Pada perempuan yang bernama Haori inilah saya berlama-lama dengan penderitaan penantian. Penantian yang sungguh-sungguh mengerikan namun memberikan pembelajaran yang tak terperi. Pengalaman yang ujungnya memberikanku sebuah puncak ekstase spritualitas tentang penemuan jati diri. Akhirnya dia menikah dengan orang lain. Hehe. Kenyataan itu memang menyakitkan. Bagiku Haori adalah sosok perempuan yang sangat sempurna. Tanpa cela.
Selepas dari Haori. Aku berpikir, mungkin Tuhan lupa menuliskan kata Cinta untukku. Tak ada cinta buatku. Tak ada cinta dalam kamus kosakataku. Aku pun mulai menghapus diksi cinta dalam kamus hatiku. Mulai memaki cinta sejadi-jadinya, seperti halnya dulu Filsuf Jerman membunuh Tuhan, seperti itulah aku membunuh cinta. Aku tak suka mendengar orang-orang membicarakan masalah cinta. Cinta, cinta, cinta, cinta anjing! Setan penuh keparat. Laknat biadab. Hanya orang munafik yang benar-benar bisa hidup karena cinta.
Namun tokh, masih ada juga perempuan yang nongol memaksa masuk dalam kehidupanku, perempuan itu adalah, Ulffa.
Sosok perempuan lugu yang saya anggap bakal menggantikan sosok Haori, namun ternyata ketika saya berniat mengatakan cinta kepadanya, dia malah meninggal di tabrak truk. Mengenaskan sekali.
Ada lagi Katyusha, perempuan yang selanjutnya datang, tapi sayang kondisiku masih trauma oleh Haori. Jadi aku belum begitu sempurna membuka hati untuknya. Nah celakanya giliran aku membuka hati untuknya dia malah sudah sama orang lain. Hmmm. Siapa cepat dia dapat. Nampaknya cinta tak ubahnya celana dalam sutra yang dijual seribu tiga. Begitu cepat berpindah tangan.
Selanjutnya ada Deefa. Mencintainya adalah sebuah lelucon. Karena dia menunggu saya bilang cinta pada dia, saya juga menunggu dia bilang cinta sama saya. Sama-sama egois, walhasil kami berdua malah bilang cinta pada orang lain bukan satu sama lain. Heran.
Terakhir adalah Nevita satu-satunya perempuan yang kepadanya saya memberanikan diri mengatakan cinta. Nevita adalah perempuan yang ku bilang sosok hening itu.
To all the girls I’ve loved before. The winds of change are always blowing.
And every time I try to stay. The winds of change continue blowing. And they just carry me away.
To all the girls who shared my life, who now are someone else’s wives.
I’m glad they came along. I dedicate this song.
Julio, aku tersayat oleh bait ini, “…to all the girls who shared my life, who now are someone else’s wives” kalaulah aku masih seperti dulu, me-masokhis-kan diri, rasanya bait ini bakal menjadi ayat suci yang sangat ampuh untuk segera bunuh diri. Untung saya sekarang sudah meng-godot-kan diri, sehingga hanya bisa tersenyum ketika melihat foto mereka, foto perempuan yang pernah aku cintai dengan anak yang bukan hasil kerja sama saya dengan dirinya melainkan orang lain yang sialnya lelaki itu saya kenal dengan baik.
To all the girls I’ve loved before. To all the girls who cared for me.
Who filled my nights with ecstasy. They live within my heart. I’ll always be a part
True love is hears what is not spoken, and understands what is not explained**
____________________________________________________
Catatan;
*lirik To All The Girls I’ve Loved Before by Julio Iglesias
**sebuah tulisan yang ada di Video Klip Padi, Seandainya Bisa Memilih,
PENTING; maaf jikalau ada perempuan yang merasa belum kebahas, silahkan hubungi saya.