Soe Hok Gie (2005)

Kukatakan saja film ini tidak rame! jelek, kurang seru. Ya…bagi orang yang mempunyai tipe penggembira dalam menyaksikan film, jelas film Gie ini tidak rame, membuat orang kantuk. Bagi yang mau menyaksikan film Gie terus tidak mau mikir jelas bakal bete, sebab dalam film ini tidak ada adegan yang bakal menyerukan seperti dalam film-film Nico sebelumnya. Film ini diperuntukkan orang-orang pilihan; aktivis, akademisi, setidaknya orang yang akrab dengan buku. Jadi, bagi yang mau mencari karamean film, mendingan cari film lain. Jangan film Gie. Film Gie ini omong kosong, bullshit abiss! Nanti setelah levelnya naik ‘dikit, maka coba untuk nonton film ini. Hemat penulis sederhana saja, tanggalkan dulu pra-asumsi, kemudian coba nonton film ini selengkapnya

Dengan film Ada Apa Dengan Cinta, Janji Joni mungkin kita akan terasa langsung terhibur dengan menontonnya. Kita akan dengan mudah mendapatkan inti pesan film tanpa pikir panjang, tetapi dengan film Gie. Dengan Gie, walah…! Jangan harap! Kita akan dihadapkan dengan sebuah fenomena dimana bukan perasaan yang bermain melainkan otak yang berputar. Bagi yang tidak terbiasa mikir dalam menonton film jelas tidak akan mendapatkan mendapatkan apa apa selain rasa suntuk, bosan, jenuh dan lain-lain.  Kita tidak akan menemukan sesuatu yang menggebrak.

Baca lebih lanjut

8 September 2006

Scripta manent verba volant,
“yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu sama angin”.

Katakata adalah senjata dalam mengungkapkan kebenaran, kebencian, keresahan, cinta, kemuakkan bahkan kesalahan, kejahatan dan kemunafikan … bisa terlaksana lewat kata. Itulah sebabnya dalam Islam tidak hanya ada orang yang beriman dan yang tidak beriman, tetapi ada yang munafik. Ya … Munafik. Sederhananya berkata ya di depan dan berkata tidak dibelakang.

Nabi juga berhati hati dalam menyikapi orang munafik ini, karena serba salah mau di gampar gimana, tetapi dibiarkan menjadi keresahan dan benalu. Maka berhatihati adalah jalan keluarnya. Andalan orang munafik adalah kata. Biarin tindakan gak bener juga yang penting bisa ngomong. Konon katanya, Hitler juga gak pinter-pitnter amat, tapi dia memiliki kemampuan bicara yang bagus bisa membangkitkan semangat dan kepercayaan massa. Jadi Hitler munafik? Bukan itu kesimpulannya. Kalau kita mau lihat korelasinya orang yang banyak ngomong itu kadang tukang obat, politikus, guru, dosen … ustad. Nah, dalam tradisi filsafat ada yang dikenal dengan kaum sophis, yaitu kaum yang menggunakan kemampuan filsafatnya untuk cari penghidupan. Kalau sekarang hal itu bisa ditolerir. Karena memang zamannya demikian kita, zamannya sudah hina maka tak aneh kalau orang-orang yang melakukan perbuatan hina dianggap biasa saja. Tetapi saat itu, orang yang disebut sophis mempunyai derajat yang sangat hina sekali. Andalan kaum sophis adalah retorika yaitu berkata-kata.     
Menggunakan kata, seiring dengan peringatan Nabi, awas lidahmu!. Jangan diartikan dengan lidah secara tesktual, emang apa bahayanya lidah sih! Lidah tidak bisa membunuh, tapi kata bisa menghujam, menyayat dan menjalar ke seluruh sel otak lambat laun akan mencincang dan mati! Lidah tidak bisa membuat keresahan tapi kata bisa menimbulkan konflik. Ghibah, adalah penyebabnya berkatakata yang bukan bukan.
Sekali lagi kata tak berkatakata, yang berkata adalah manusia sebagai pemegang kendali atas katakata. Tetapi sebagaimana pepatah latin yang telah ditulis di muka, katakata bisa mengabadi jika dituangkan lewat tulisan. Katakata akan menguap seperti angin berlalu begitu saja, tapi tulisan nggak. Kata seorang teman, dengan tulisan cucu akan mengenali kakeknya.
Benar juga. Betapa tulisan akan dibaca bukan hanya oleh cucu kita tetapi yang akan menjadi cucu kita. Tulisan  bisa menohok tanpa menonjok. Kita bisa berbicara kepada orang beberapa tahun kemudian dengan tulisan. Bukan bicara. Bisa dibayangkan kalau sahabat nabi tidak ada yang berinisiatif untuk membukukan al Qur’an. Salah satu keabadian al qur’an adalah dengan dituliskannya dari tradisi oral ke tradisi tulisan.  
Gie, menyampaikan aspirasi kritiknya lewat tulisan, dengan tulisannya dia bisa menggelora massa untuk berontak dan berani. Tradisi tulisan adalah tradisi peradaban. Sebuah bangunan lengkap dalam sebuah peradaban masyarakat manusia adalah karena adanya kelengkapan budaya tulis-menulis. Anglo-Saxon menitik beratkan kemajuan peradaban dari teknologi, pada sekira tahun 90-an, produksi kertas melesat cepat karena tulisan adalah salah satu inti dari peradaban.
Katakata bisa berkata lewat aksara.