Quote from Ziarah (Paulo Coelho)

“Saat kita berhenti bermimpi dan menemukan kedamaian, kita akan merasakan kedamaian singkat. Namun impian yang tak tercapai itu akan membusuk dan mempengaruhi kehidupan kita. Kita menjadi kejam terhadap orang disekitar kita, kemudian mengarahkan kekejaman itu berbalik melawan kita. Itulah saat penyakit dan depresi melanda. Apa yang kita hindari dalam pertempuran–kekecewaan dan kekalahan–hadir karena kepengecutan kita sendiri. Dan suatu hari, impian yang mati dan rusak ini akan membuat dada sesak dan kita jadi mencari kematian. Kematian akan membebaskan kita dari segala kepastian, pekerjaan dan kedamaian semu Minggu sore kita” (hal 64)

Quote from Ziarah (Paulo Coelho)

“Gejala kedua impian kita mulai mati terletak dalam keyakinan kita. Karena kita tak lagi memandang hidup sebagai petualangan hebat, kita lalu memandang diri sendiri bijaksana dan adil serta benar karena sedikit sekali mempertanyakan hidup. Kita melihat hal-hal yang terbentang di balik kehidupan sehari-hari dan mendengar suara perisai bersahutan, membaui segaka debu dan keringat serta melihat kekalahan besar dan api semangat yang terpancar dari mata kesatria. Namun kita tak pernah menangkap kebahagiaan, kebahagiaan tak terkira yang timbul dari hati para pejuang medan perang. Bagi mereka, kalah atau menang menjadi tak penting; yang paling penting adalah kau bertembur untuk membela kebaikan.

Dan yang terakhir, gejala ketiga kita melepaskan impian adalah kedamaian. Hidup seperti minggu sore; dan kita pun tak lagi meminta sesuatu lebih dari yang akan kita berikan. Saat ini terjadi, kita berpikir inilah yang disebut dewasa; kita melupakan impian masa muda, dan kita mencari pencapaian pribadi dan profesional. Kita akan terkejut mengetahui orang seumur kita masih menginginkan banyak hal dalam hidup mereka. Namun jauh di dalam lubuk hati, kita tahu yang terjadi adalah kita menyerah bertempur demi mimpi kita–kita menolak bertempur demi kebaikan.” (Hal 64)

Quote from Ziarah (Paulo Coelho)

“Pertempuran untuk kebaikan adalah pertempuran mewujudkan impian. Saat kita masih muda dan mimpi-mimpi kita meledak di dalam diri kita dengan segenap kekuatannya, kita menjadi sangat pemberani, tapi kita belum mengetahui cara bertempur. Melalui usaha yang keras, kita belajar bertempur, namun saat kita akhirnya bisa bertempur, kita kehilangan nyali untuk pergi bertempur. Jadi kita berbalik bertempur melawan diri sendiri. Kita akan mengatakan mimpi-mimpi itu kekanak-kanakan, atau terlalu sulit diwujudkan, atau impian itu ada karena kita belum belajar banyak tentang kehidupan. Kita membunuh impian karena takut berjuang dengan sekuat tenaga.” (Hal 62)